Perempuan, Cangkir dan Kopi

09.52 sebut saja dewi 1 Comments


 
Teruntuk Ta ;

 
Perempuan itu menagis, terus menangis di setia ujung hari. Menatap lamat-lamat senja yang menjingga, lalu merutuki malam yang merenggut rekah indah jingga.

Setelah puas menangis dalam senja, saat gelap malam mulai memekat, perempuan itu menyeduh kopinya, lalu mengaduk bubuk berwarna coklat itu tanpa gula dalam bisu. Saat air panas mendesak aroma harum kopi keluar, ada kenangan yang menumpahkan mata air di sudut mata perempuan itu, membentuk aliran-aliran sungai di pipi kurusnya.

Kopi dalam cangkir di tangan perempuan itu menggigil, lalu menatap miris wajah sendu si perempuan.
"Berapa lama dia seperti ini, cangkir?", tanya kopi sambil menjilat-jilat permukaan cangkir.
"Sudah terlalu lama, aku sudah hafal tangisan dan ratapan perempuan itu untuk lelakinya", sahut cangkir sambil menghela nafas panjang "aku ikut perih ketika senja datang dan kekasih yang dicintainya tak akan pernah datang", cangkir kembali menghela nafas panjang hingga membuat kopi yang ada di dalamnya terguncang.
"Kau mencintainya, cangkir?" tanya kopi, sementara perempuan itu mengarahkan cangkir ke bibir tipisnya.
Cangkir hanya diam, separuh kopi telah berpindah ke lambung perempuan malang yang ditinggalkan cinta.
"Kau tahu cangkir, aku jatuh cinta pada perempuan malang ini, aku jatuh cinta saat air mata meleleh dari bola matanya yang teduh",
"Lalu?", tanya cangkir
"Aku rela diriku menjadi bagian dirinya, biarlah aku menyatu dengan darahnya, aku akan berusaha menciptakan molekul-molekul cinta dalam darahnya dengan cafeinku...",
"dan kau berharap molekul-molekul cinta itu menelusup hingga pori-pori terkecil tubuhnya termasuk hatinya, bukan begitu, kopi?",
"ya, agar ia bisa kembali...", belum selesai kopi berbicara,perempuan itu dengan cepat menegak kopinya.
"...agar ia bisa kembali jatuh cinta", sambung cangkir.

Ah, andai kau tahu kopi, aku mencintai, dan aku selalu berusaha menghibur perempuan ini (aku menyebutnya perempuanku), aku diam-diam mengecup lembut bibir tipisnya, menciumnya saat ia menegakmu, kopi. Aku berharap dengan itu aku bisa menghapus sedikit luka hatinya. Aku tahu perempuanku itu selalu tersenyum selepas ritual senjanya, selepas dia meratapi kekasihnya yang tak pernah kembali.

Entah itu karena aku, cangkir...atau berkatmu, kopi.
Yang jelas perempuan itu bisa tersenyum dalam jedanya, meski pada senja esoknya dia akan meratap lagi, entah sampai kapan.



You Might Also Like

1 komentar:

Unknown mengatakan...

imajinatif!
bakatmu terus menampakkan dirinya,, aq tunggu tulisanmu selanjutnya ;)